Sejarah Perumusan Teks Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia

Sejarah Perumusan
Teks Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia

Soekarno yang didampingi Mohd. Hatta saat membacakan teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, 17 Agustus 1945. (Doc. Istimewa).
Indonesia merupakan salah satu negara di dunia yang merdeka melalui perjuangan melawan penjajah. Kemerdekaan negara ini untuk pertama kali diumumkan pada, Jumat, 17 Agustus 1945, di Jakarta, setelah dibacakan teks Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia oleh Soekarno. Sejak saat itu, Indonesia resmi berdiri sebagi sebuah negara.

Namun apakah teman-teman tahu, apa isi dari teks Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia itu? Bagaimana proses pembuatan teks tersebut?

Berikut ini akan diulas secara singkat sejarah dari dokumen yang sangat berharga bagi Bangsa Indonesia tersebut.

Penulisan dan perumusan Teks Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia dilakukan pada, Kamis, 16 Agustus 1945, di sebuah rumah di Jalan Imam Bonjol No 1, Jakarta, milik seorang Perwira Angkatan Laut Jepang, bernama Laksamana Muda Tadashi Maeda. Beberapa tokoh terlibat langsung dalam perumusan maupun penulisan, di antaranya Soekarno, Hatta, Ahmad Subardjo. Meskipun pada saat itu juga hadir nama-nama tokoh, seperti Mr Teukoe Moehammad Hasan, Ki Hadjar Dewantara, R. Otto Iskandardinata, Sayuti Melik, Soekarni, BM Diah, dan beberapa tokoh lainnya.

Teks Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia hanya terdiri dari beberapa kalimat. Setiap kalimat tersebut, lahir dari pemikiran tokoh-tokoh yang terlibat langsung dalam perumusan teks bersejarah itu.

Ahmad Subardjo, berperan mengusulkan konsep kalimat pertama yang berbunyi; “Kami rakyat Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan kami”, kemudian berubah menjadi “Kami bangsa Indonesia dengan ini menyatakan kemerdekaan Indonesia”.

Soekarno, menuliskan konsep kalimat kedua yang berbunyi; “Hal-hal yang mengenai pemindahan kekuasaan, dan lain-lain akan diselenggarakan dengan cara yang secermat-cermatnya serta dalam tempo yang sesingkat-singkatnya”.

Mohammad Hatta berperan menggabungkan kedua kalimat di atas dan disempurnakan sehingga berbunyi seperti teks proklamasi yang kita miliki.

Konsep dari rumusan Teks Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia itu telah ditulis oleh Soekarno dalam selembar kertas dengan menggunakan pena. (Terlihat dari hasil teks yang kini masih tersimpan di Museum Perumusan Naskah Proklamasi di Jakarta).

Berikut Teks Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia hasil dari tulisan tangan Soekarno:
Teks proklamasi tulisan tangan dari Soekarno. (Doc. Istimewa)

***
PROKLAMASI
Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan kemerdekaan Indonesia. Hal-2 yang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselenggarakan dengan tjara setjermat-tjermatnya dan dalam tempoh jang sesingkat-singkatnja.
Djakarta, 17-8-05
Wakil-wakil bangsa Indonesia
***

Teks konsep yang sudah ditulis, kemudian dibacakan oleh Soekarno di hadapan para pejuang lainnya yang hadir pada saat itu di ruang rapat yang digelar. Para hadirin kemudian menyetujui secara bulat rumusan dari pada isi teks tersebut. Selanjutnya, teks itu diserahkan Soekarno kepada Sayuti Melik untuk diketik ulang menggunakan mesin tik.

Sayuti Melik, ditemani BM Diah, mengetik naskah Proklamasi di ruangan bawah tangga dekat dapur. Dia mengetik naskah Proklamasi dengan beberapa perubahan kata: “tempoh” menjadi “tempo”, kalimat “wakil-wakil bangsa Indonesia” diganti “Atas nama Bangsa Indonesia” dengan menambahkan nama “Soekarno-Hatta”, serta “Djakarta, 17-8-05” menjadi “Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen 05.

“Saya berani mengubah ejaan itu adalah karena saya dulu pernah sekolah guru, jadi kalau soal ejaan bahasa Indonesia saya merasa lebih mengetahui daripada Bung Karno,” kata Sayuti Melik.

Teks Proklamasi Indonesia hasil dari revisi Sayuti Malik seteleh diketik ulang menggunakan mesin tik, yakni sebagai berikut:
Teks proklamasi yang telah diketik ulang oleh Sayuti Melik. (Doc. Istimewa)

***
PROKLAMASI
Kami bangsa Indonesia dengan ini menjatakan Kemerdekaan Indonesia. Hal-hal jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselenggarakan dengan tjara seksama dan dalam tempo jang sesingkat-singkatnja.
Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen 05 
Atas nama bangsa Indonesia Soekarno/Hatta 
***


Teks yang sudah diketik oleh Sayuti Melik itulah nantinya digunakan Seokarno pada saat pembacaan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, 17 Agustus 1945. Sedangkan konsep tulisan tangan Sukarno dia tinggalkan begitu saja di dekat mesin tik. Setelah naskah Proklamasi yang diketik itu dibacakan di depan rapat dan disetujui, barulah Sukarno dan Hatta membubuhkan tanda tangannya.

“Karena tergesa-gesa tadi maka tidak terpikirkan perlunya mengetik rangkap untuk arsip. Jadi hanya saya buat satu lembar saja,” kata Sayuti Melik.

“Dengan demikian naskah yang resmi adalah naskah yang saya ketik yang kemudian dibacakan pada 17 Agustus 1945 oleh Sukarno di Pegangsaan Timur 56 Jakarta pukul 10.00 pagi. Sedangkan naskah yang masih berupa tulisan tangan Sukarno itu sebetulnya baru konsep.”

Berdasarkan sumber dari tempo.co dikatakan, teks proklamasi yang telah ditulis Soekarno kemudian ditinggalkan atau dibuang begitu saja oleh Sayuti Melik, selaku pengetik naskah. Hal itu juga diakui sendiri oleh Sayuti.

Teks proklamasi 17 Agustus 1945 asli yang ditulis Presiden Sukarno sempat dibuang pengetik naskah tersebut, Sayuti Melik. Namun, teks tersebut diselamatkan wartawan senior Buhanuddin Mohammad Diah atau BM Diah. (Source: Tempo.co)

“Setelah konsep saya ketik, saya tinggalkan begitu saja di dekat mesin ketik dan ternyata tidak saya temui lagi. Saya beranggapan bahwa konsep yang ditulis tangan oleh Bung Karno itu telah hilang, mungkin sudah sampai di tempat sampah dan musnah,” kata Sayuti. “Tetapi ternyata anggapan saya itu salah. Saudara BM Diah ternyata memberikan perhatian terhadap konsep naskah tulisan Bung Karno tadi, mungkin beliau telah memikirkan untuk keperluan dokumentasi maka konsep itu diselamatkan.”

Naskah teks proklamasi tulisan Soekarno yang asli baru diserahkan oleh Buhanuddin Mohammad Diah kepada Presiden Republik Indonesia, saat itu, Soeharto, pada tahun 1993.

Back To Top