Iskandar Muda, Pahlawankah Dia?

Iskandar Muda, Pahlawankah Dia?

Lukisan wajah Sultan Iskandar Muda. @Doc. Universitas Abulyatama.
Ada tiga fakta sejarah yang menarik ketika mengetahul Sultan Iskandar Muda mendapat anugerah sebagai Pahlawan Nasional pada 10 November 1993 lalu. Pertama, tentunya penganugerahan predikat Pahlawan Nasional dengan dasar kegigihannya mempertahankan prinsip kedaulatan. Kedua, yang menerima anugerah bukan keturunannya langsung, tetapi Syamsuddin Mahmud, selaku Gubernur Aceh. Ketiga, hal ini mengingatkan saya pada pernyataan Umar Kayam pada seminar dalam rangka PKA III, yakni, kira-kira bunyinya, setiap penguasa (tradisional) yang besar, adalah penakluk yang besar, dan sekaligus yang paling banyak menumpahkan darah, baik dari pihaknya, manpun dari pihak yang ditaklukkan.

Pernyataan ini mendapat sanggahan yang emosional dari seorang peserta. Bahwa itu pernyataan yang keliru karena Iskandar Muda adalah seorang sultan sebagaimana dirinya, tentu orang Aceh.

Lantas, adakah kini ketika Iskandar Muda dinobatkan sebagai pahlawan, dengan jarak waktu sekitar 350-an tahun ia mangkat, kita sudah mendapatkan sosok yang jelas tentang dirinya? Apa dan siapakah la. Iskandar Muda, yang telah menjadi bagian dari mitos keacehan? Raja yang sultan, yang membangkitkan emosi kita bila ada pernyataan yang “miring” terhadap dirinya. betapa pun tak jelasnya garis keturunan sang sultan.

Siapa Dia?
Iskandar Muda lahir sekitar 1590. la memiliki banyak nama dan gelar. Ada saatnya ia bernama Darmawangsa, Perkasa Alam, Tun Pangkat, Meukuta Alam dan akhirnya Meureuhum Meukuta Alam. Namun la diasuh oleh (bukan) kakeknya, Alauddin Riayat Syah. Ayah Mansur, adalah salah satu cucu dari salah satu anak Al-Kahhar. Ibunya Indra Wangsa, adalah cucu Al-Mukammil dari putri tersayang.

Jadi Alauddin, kakek pengasuhnya, menurut satu versi, anak nelayan yang perkasa, yang berhasil meniti karier sebagai laksamana. la berhasil naik tahta, karena Ali Riayat Syah, sultan yang didaulat oleh elit penguasa dikudeta. Sedangkan cucu dari anak perempuannya, yang merupakan kandidat sultan, masih dl bawah umur, dan meninggal di pangkuan Alauddin.

Namun, menurut versi lain, Alauddin adalah elit penguasa yang tertua di saat terjadi kevakuman kekuasaan. Atas kesepakatan elit lainnya. ia diangkat sebagai sultan, dan membunuh semua elit yang tak mendukung untuk mendaulatnya pada saat upacara pelantikan sebagai Sultan Aceh.

Alauddin mangkat karena dibunuh oleh anaknya, Sultan Muda. yang kemudian duduk sebagai Sultan Aceh, adalah juga paman Iskandar Muda. Demikianlah, kita dapat membayangkan bagaimana latar keluarga dan latar sosial di mana Iskandar Muda dibesarkan; dan sejauhmana pengaruhnya terhadap pembentukan wataknya.

Menjadi Sultan
Saat masih bemama Darmawangsa. ia banyak menimbulkan kesulitan bagi Sultan Muda, pamannya itu. Lantas ia meminta perlindungan pada pamannya yang lain, juga adiknya Sultan Muda, yakni Sultan Husin yang berkuasa di Pedir.

Kemudian, Perkasa Alam dilepas dari tahanan Sultan Muda karena diserahkan memimpin penyerangan ke Kuta Lubok yang dikuasai Portugis. Namun, ketika la kembali ke Kutaraja dari penyerangan yang meraih kemenangan itu, ia justru mengkudeta Sultan Muda.

Ada dua hal di sini yang menarik, pertama. ia mendapat dukungan dari Kadi Malikul Adil. Dalam lain kata, ulama istana, biasanya ulama fiqh seperti Nuruddin Ar-Raniry, juga terlibat dalam intrik politik di istana kesultanan. Kedua, Iskandar Muda menangkap Husin, paman pelindungnya, yang juga menginginkan jabatan sultan. Husin meninggal dalam status tahanan ponakannya itu.

Sebagai Sultan
Sebagaimana Alauddin, tindakan pertama yang dilakukan oleh Iskandar Muda adalah membunuh semua elit penguasa dan orang kaya lama, dan membentuk yang baru. Baru ia mengadakan penaklukkan,  di antaranya:  Johor, Pahang, Patani, Malaka, Aru dan daerah Sumatera belahan timur khususnya.

Iskandar Muda berkuasa antara tahun 1607-1636. Menurut Beaulieu, Laksamana Prancis, yang dikutip oleh Mohammad Said, sultan memiliki sejumlah kapal perang yang panjangnya 120 kaki, dengan; sejumlah bilik, dan mampu mengangkut 700-800 tentara per buah. Sultan memelihara sekitar 900 ekor gajah. Lalu tersedia baginya 300 pandai emas dan sejumlah tukang kayu, serta 1.500 hamba sahaya. Sedangkan istana dikelilingi oleh parit yang lebar dengan kedalaman 25-30 kaki, dan dinding batu setinggi 10-20 kaki dengan ketebalan 50 langkah. Untuk keamanan tersedia 500 orang pengawal khusus, 3.000 prajurit siaga, dan tujuh pucuk meriam.

Lantas kita pun dapat membayangkan bagaimana Iskandar Muda membangun jaringan kekuasaan, struktur elit baru dengan membasmi yang lama; dan juga membangun perlindungan bagi dirinya. Apakah itu semua dapat menunjukkan kondisi psikologis Iskandar Muda yang merasa kekuasaannya tidak terjamin, dan atau latar sosial  Aceh memang begitu labil pada saat itu sehingga sekalipun merupakan sebuah kesultanan (pemerintahan politik Islam tradisional) di tengah latar sosial Islam tetap saja tak terjamin keberadaannya.

Sebagai Pribadi
Istana hanya diperuntukkan bagi sultan, para  isteri, serta 20 orang putrinya dan seorang putra yang berusia 18 tahun. Beaulieu juga menginformasikan watak Iskandar, yang tidak dikutip Said melainkan oleh Denys Lombard.

Iskandar Muda sering begitu saja naik pitam dan pingsan. la sangat curiga terhadap golongan elit orang kaya, yang dianggapnya jahat dan kejam. Lantas bersama putrinya, ia sering melakukan penyiksaan terhadap wanita yang dicurigainya secara kejam hingga tiga jam lebih lamanya dengan peralatan yang telah dirancang secara khusus. Ia senang melihat penyiksaan binatang yang dilakukan atas perintahnya. Hal ini agaknya berkaitan dengan masa kanak-kanaknya yang telah berburu gajah liar pada usia 7 tahun, dan kerbau pada usia 12 tahun sebagai bagian pendidikan kesatriaan dari kakek asuhnya, Alauddin.

Namun, hal yang paling tragis adalah sebab kematian Iskandar Muda yang misterius, dan justeru terjadi pada usia kematangannya, yakni 46 tahun. Menurut satu versi, ada kemungkinan ia meninggal karena terserang penyakit yang bersumber dari Ibu Iskandar Tsani, Putri Pahang yang jelita. Sedangkan versi lain, ia diracun oleh wanita yang dikirim oleh raja Makasar ke Aceh sebagai “hadiah”.

Untuk merekonstruksi kematian Iskandar Muda, ada baiknya kita pertimbangkan hal berikut: pertama, keseluruhan proses suksesi para sultan dan sultanah Aceh; kedua. pembasmian para elit oleh Iskandar sendiri; ketiga, struktur sosial dan budaya yang labil; keempat, penjaga keamanan yang ketat di sekitar dirinya; dan kelima, khusus sikap Iskandar terhadap wanita. Kita dapat menyimpulkan kematian Iskandar Muda ada kaitannya dengan racun, wanita, intrik kekuasaan  elit sekitarnya, dan suksesi.

Penutup
Dari satu episode sejarah sekaligus puncaknya ini,  ada banyak sisi yang masih gelap dan hikmah yang dapat kita ambil. Oleh karena itu barangkali ini tugas sejarawan kita perlu melakukan rekonstruksi sejarah kesultanan Aceh. Apalagi saat ini ketika Iskandar Muda telah dikukuhkan sebagai Pahlawan Nasional karena hasratnya yang kuat untuk mempertahankan prinsip kedaulatan diri. Bagaimana  mungkin, seorang sultan yang telah menjelma sebagai mitos itu, garis keturunannya di saat ini menjadi begitu kabur?

Mungkin, inilah mengapa mitos itu tak pernah membangkitkan etos bagi generasi sekarang, justru ketika Aceh semakin definitif dan memiliki konstruk sosial yang lebih mapan. Itulah juga mengapa, sebagaimana mitos, tokoh itu tak meninggalkan jejak-jejak budaya di mana kita bisa merefleksikan diri, melainkan emosi-emosi apologis yang ahistoris. Namun demikian. Iskandar Muda, itulah pahlawan kita, salah satu acuan dalam pencarian diri kita sendiri.

Penulis:
Otto Syamsuddin Ishak
(Adalah Direktur Center for Region And Human Studies, Banda Aceh).
Sumber:
Bek Tuwo Budaya. 2013. Iskandar Muda, Pahlawankah Dia?. (Online). (Diakses, 28 Juli 2017).
Serambi Indonesia,  18 November 1993.

Editor

Budi Utomo

Budi Utomo

Gambar Rapat Anggota Budi Utomo. Doc. Google
Situasi sosial ekonomi di Jawa pada abad ke-19 setelah berganti-ganti dilaksanakan eksploitasi kolonial tradisional, liberal, dan etis. Semakin derasnya westerniasi yang dilakukan oleh pemerintah kolonial maka perubahan sosial masyarakat tidak dapat dibendung lagi. Di satu pihak batik saldo yang diperoleh pemerintah dialirkan ke Belanda dan dipihak lain kemeralatan dan kesengsaraan makin dalam melekat di hati masyarakat Indonesia.

Sebagai akibat politik etis yang di dalamnya terkandung usaha memajukan pengajaran maka pada dekade pertama abad ke-20 bagi anak-anak Indonesia masih mengalami hambatan kekurangan dana belajar. Keadaan yang demikian ini menimbulkan keprihatinan dr. Wahidin Sudirohusodo untuk dapat menghimpun dana itu maka pada tahun 1906-1907 melakukan propaganda berkeliling Jawa. Rupanya ide yang baik dari dr. Wahidin itu diterima dan dikembangkan oleh Sutomo, seorang mahasiswa School Tot Opleiding Voor Inlandsche Arsten (STOVIA) dan dari sinilah awal menuju perkembangan dan keharmonisan bagi tanah serta orang Jawa dan Madura. Akhirnya Sutomo dan rekan-rekannya mendirikan Budi Utomo (BU) di Jakarta pada tanggal 20 Mei 1908.

Untuk merealisasikannya diperlukan pengajaran bagi orang Jawa agar mendapat kemajuan dan tidak dilupakan usaha membangkitkan kembali kultur Jawa; jadi, antara tradisi, kultur, dan edukasi barat dikombinasikan.

Corak baru yang diperkenalkan Budi Utomo adalah kesadaran lokal yang diformulasikan dalam wadah organisasi modern dalam arti bahwa organisasi itu mempunyai pimpinan, ideologi yang jelas, dan anggota. Yang sangat menarik pada Budi Utomo karena organisasi ini diikuti oleh organisasi lainnya dan dari sinilah terjadinya perubahan-perubahan sosio-politik.

Reaksi yang kurang enak datang dari orang Belanda yang tidak senang akan kelahiran si Molek (sebutan untuk Budi Utomo dari Belanda) dan mengatakan bahwa orang Jawa makin banyak cincong (tingkah). Tetapi ada juga kelompok etisi yang mengatakan bahwa Budi Utomo lahir wajar dan itu merupakan renaissance atau kebangkitan di timur (oostersche renaissance) dalam arti luas kebangkitan budaya timur. Di kalangan priyai besar yang sudah mapan tidak senang terhadap lahirnya Budi Utomo sehingga para bupati membentuk perkumpulan Regenten Bond Setia Mulia pada tahun 1908 di Semarang untuk mencegah cita-cita Budi Utomo yang dianggap mengganggu stabilitas sosial mereka. Sebaliknya di kalangan buoati progresif seperti Tirtokusumo dari Karang Anyar sangat mendukung Budi Utomo.

Pancaran etno nasionalisme makin membesar dan hal ini dibuktikan dalam kongres Budi Utomo yang diselenggarakan pada tanggal 3-5 Oktober 1908. Dalam waktu singkat di dalam Budi Utomo terjadi perubahan orientasi. Kalau semula orientasinya terbatas pada kalangan priyai maka menurut edaran yang dimuat dalam Bataviaasch Nieuwsblad tanggal 23 Juli 1908, Budi Utomo Cabang Jakarta mulai menekankan cara baru bagaimana memperbaiki kehidupan rakyat. Di dalam kongres itu terdapat dua prinsip perjuangan, yang pertema diwakili golongan muda cenderung menempuh jalan perjuangan politik dalam menghadapi pemerintah kolonial, sedangkan yang kedua diwakili oleh golongan tua yang ingin tetap pada cara lama, yaitu sosio kultural. Bagi golongan muda perjuangan itu sangat tepat guna memberikan imbangan politik pemerintah. Orientasi politik semakin menonjol dan kalangan muda mencari organisasi yang sesuai dengan mendirikan Sarikat Islam dan Indische Party (IP) sebagai wadahnya.

Dalam perkembangan selanjutnya, meskipun ada kelompok muda yang radikal, tetapi kelompok tua tetap meneruskan cita-cita Budi Utomo yang mulai disesuaikan dengan perkembangan politik. Pada tahun 1914 ketika pecah Perang Dunia I Budi Utomo turut memikirkan cara mempertahankan Indonesia dari serangan luar dengan mengadakan milisi yang diberi wadah dalam Komite Perhanan rakyat. (volksraad) pada tahun 1918, wakil-wakil Budi Utomo duduk di dalamnya yang jumlahnya cukup banyak dan hal ini karena pemerintah tidak menaruh kecurigaan pada Budi Utomo dan sikapnya yang sangat moderat.

Pada dekade ke 3 abad ke 20, kondisi-kondisi sosial politik makin mantang dan Budi Utomo mulai mencari organisai politik yang mantap dan mencari massa yang lebih luas. Kebijaksanan politik yang dilakukan oleh pemerintah kolonial, khususnya tekanan terhadap pergerakan nasional, maka Budi Utomo mulai kehilangan wibawa dan terjadilah perpisahan kelompok moderat dan radikal dalam tubuh Budi Utomo. Pengaruh Budi Utomo makin berkurang pada tahun 1935, organisasi ini bergabung dengan partai lain menjadi Partai Indonesia Raya (Parindra). Sejak saat itu, Budi Utomo terus mundur dari arena politik dan kembali ke keadaan sebelumnya. Walaupun ketua partai itu dr. Sutomo, salah seorang yang menerima ilham dari dr. Wahidin Sudirohusodo, orang sudah tidak banyak mengharapkan lebih banyak kegiatan dan pimpinannya. Namun demikian dengan segala kekurangannya, Budi Utomo telah mewakili aspirasi pertama dari rakyat Jawa ke arah kebangkitan dan juga aspirasi rakyta Indonesia. Hampir semua pempinan terkemuka dari gerakan-gerakan nasional Indonesia pada permulaan abad ke-20, paling kurang telah mempunyao kontak dengan organisasi ini.

Mengapa Budi Utomo tidak langsung terjun ke lapangan politik seperti organisasi yang kemudian lahir? Rupanya Budi Utomo menempuh cara dan menyesuaikan dengan situasi dan kondisi pada waktu itu sehingga wajar jika Budi Utomo berorentasi kultural. Tindakan yang tepat berarti Budi Utomo tanggap terhadap politik kolonial yang sedang berlaku. Contohnya ialah bahwa pemerintah sudah memasang rambu  Regeerings Reglement (RR) pasal 111 yang bertujuan membatasi hak untuk rapat dan berbicara yang dengan lain perkataan hak berpolitik dibatasi. Selama RR masih berlaku maka kegiatan Budi Utomo hanya terbatas pada bidang sosio-kultural. Ini merupakan bukti bahwa Budi Utomo selalu menyesuaikan diri dengan keadaan sehingga gerakan kultural lebih mewarnai kegiatan Budi Utomo pada fase awal. Kebudayaan sendiri dijunjung tinggi guna menghargai harkat diri agar mampu menghadapi kultur asing yang masuk.

Dalam perjalanannya, Budi Utomo dengan fleksibilitasnya itu mulai menggeser orientasinya dari kultur ke politik. Edukasi barat dianggap penting dan dipakai sebagai jalan untuk menempuh jenjang sosial yang lebih tinggi. Golongan priyai kecil mendapat kesempatan untuk ikut serta memobilisasikan diri melalui kesempatan gerakan yang lebih merakyat. Usaha ini bersamaan dengan munculnya golongan menengah Indonesia dalam rangka memperoleh perbaikan sosial ekonomi maka tindakan-tindakannya harus disesuaikan dengan jalur politik. Meskipun demikian Budi Utomo juga tidak cepat-cepat mengubah kehaluan politik semata dan ini memang dikuatkan oleh Dwijosewoyo bahwa, “tenang dan lunak adalah sifat BU”.

Budi Utomo bukan hanya dikenal sebagai salah satu organisasi nasional yang pertama di Indonesia, tetapi juga sebagai salah satu organisasi yang terpanjang usianya sampai dengan proklamasi kemerdekaan Indonesia. Memang Budi Utomo, seperti yang sudah disinggung di atas, mempunyai arti penting, meskipun kalau dihitung jumlah annggotanya hanya 10 ribu, sedangkan Serikat Islam 360 ribu, Budi Utomo lah penyebab berlangsungnya perubahan-perubahan politik hingga terjadinya integrasi nasional, maka wajarlah kalau pada kelahiran Budi Utomo tanggal 20 Mei disebut sebagai Hari Kebangkitan Nasional. Lahirnya Budi Utomo menampilkan fase pertama dari nasionalisme Indonesia. Fase ini menunjukkan pada etno nasionalisme dan proses penyadaran diri terhadap identitas bangsa Jawa.

Sumber:
Suhartono. 2001. Sejarah Pergerakan Nasional (Dari Budi Utomo sampai Proklamasi (1908-1945)). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Editor

Indonesia Sebagai Anggota OPEC

Indonesia Sebagai Anggota OPEC

Gambar Logo OPEC @Doc. Google.
Peranan Indonesia
Indonesia pertama kali bergabung dengan Organization of Petroleum Exporting Countries (OPEC) pada tahun 1962. Sejak menjadi negara anggota, Indonesia ikut berperan aktif dalam kegiatan yang dilaksanakan OPEC, khususnya dalam penentuan arah dan kebijakan dalam rangka menstabilisasi jumlah produksi serta harga minyak di pasar internasional.

Sejak berdirinya Sekretariat OPEC di Wina, Austria tahun 1965. Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) atau Perutusan Tetap Republik Indonesia (PTRI) di Wina, terlibat aktif dalam penanganan masalah subtansi serta diplomasi di berbagai persidangan yang diselenggarakan oleh OPEC dan kegiatan pemantau harga minyak.

Begitu besar peran yang ditunjukan Indonesia selama menjadi anggota OPEC, menjadikan Indonesia dipercaya sebagai Sekjen OPEC dan Presiden Konferensi OPEC untuk pertama kali pada tahun 1969. Sejak saat itu, Indonesia sempat beberapa kali dipercaya kembali sebagai Sekjen OPEC, yakni tahun 1988 dan yang terakhir tahun 2004.

Hambatan Indonesia
Selama menjadi anggota OPEC, Indonesia sempat mengalami hambatan, khususnya menjelang tahun 2008. Dampak dari krisis dan kenaikan harga minyak dunia yang terjadi di awal tahun, mengakibatkan posisi Indonesia di lembaga OPEC menjadi diragukan. Bahkan di dalam negeri, statuta kenggotaan Indonesia di OPEC juga menjadi wacana perdebatan berbagai pihak.

Kenaikan harga minyak dunia ternyata berdampak terhadap perekonomian Indonesia. Harga minyak yang tinggi mengakibatkan pengeluaran untuk barang dan jasa lain berkurang dikarenakan pengeluaran untuk minyak yang naik. Meskipun pada mulanya kenaikan harga minyak tersebut memberikan pendapatan yang besar, akan tetapi pergeseran terms of trade yang terjadi di Indonesia membuat pendapatan langsung berkurang karena kekakuan upah riil, harga dan struktural dalam perekonomian. Akibat permasalahan yang terjadi di dalam negeri, akhirnya Indonesia mengumumkan akan keluar dari anggota OPEC pada Maret tahun 2008.

Lembaga OPEC kemudian mengkomfirmasi keluarnya Indonesia sebagai negara anggota pada tanggal 10 September 2008. Keputusan itu diambil setelah Indonesia dianggap mampu lagi sebagai negara produsen minyak, melainkan telah menjadi negara pengimpor minyak (net importer). Sejak saat itu, Indonesia harus menjadi negara peninjau dan membayar biaya 2 juta dollar untuk iuran (http://www.opec.org).

Peluang Indonesia
Meskipun secara ekonomi keanggotaan peninjau Indonesia di OPEC diwajibkan untuk tetap membayar iuran keanggotaan sebesar US$ 2 juta setiap tahunnya. Namun posisi tersebut juga memberikan beberapa keuntungan disamping hambatan-hambatan yang terjadi di atas. Adapun keuntungan yang didapatkan Indonesia seperti keuntungan politis, yaitu sebagai berikut:

• Meningkatkan posisi Indonesia pada proses tawar-menawar dalam hubungan internasional.
Kedudukan Menteri ESDM dalam kapasitasnya sebagai Presiden Konferensi OPEC sekaligus Akting Sekjen OPEC pada tahun 2004, telah memberikan posisi tawar yang sangat tinggi dan strategik serta kontak yang lebih luas dengan negara-negara produsen minyak utama lainnya.

• Peningkatan citra Indonesia di luar negeri. 
Pemberitaan mengenai persidangan dan kegiatan OPEC lainnya yang sangat luas secara otomatis dapat mengangkat citra negara anggota. Perhatian media massa lebih terfokus ketika pejabat Indonesia (Menteri ESDM) memegang jabatan sebagai Presiden Konferensi OPEC.

• Peningkatan solidaritas antar negara berkembang. 
Di dalam forum-forum OPEC, semua negara anggota memiliki visi dan misi yang sama di bidang energi serta menjadikan OPEC sebagai wahana bersama untuk meningkatkan rasa persaudaraan sesama negara anggota dan negara berkembang lainnya.

• OPEC Fund 
Lembaga keuangan OPEC telah memberikan bantuan dana darurat sebesar 1,2 juta Euro, dimana separuhnya diperuntukkan bagi Indonesia, untuk rehabilitasi dan rekonstruksi Aceh dan Sumatera Utara yang dilanda gempa bumi dan tsunami pada akhir tahun 2004.

• Akses terhadap Informasi. 
Sebagai anggota OPEC, Indonesia mendapat akses terhadap informasi, baik yang bersifat terbuka dari Sekretariat OPEC maupun informasi rahasia mengenai dinamika pasar minyak bumi. Di samping itu, Indonesia memiliki kesempatan untuk menempatkan SDM-nya untuk bekerja di Sekretariat OPEC. Hal ini merupakan investasi jangka panjang karena akan dapat menjadi network bagi Indonesia di masa datang.

Berdasarkan kajian yang telah dilakukan oleh OPEC, lembaga ini memiliki peranan penting khususnya mentukan produksi dan harga minyak dunia, diperkirakan hingga sampai tahun 2025. Hal ini dikarenakan pasar negara-negara OPEC dianggap masih lebih besar daripada negara-negara non-OPEC. Peranan OPEC yang penting dapat dilihat selama tahun 2004, di mana saat harga minyak mentah dunia melambung tinggi, OPEC mampu menstabilkan dengan menjaga pasokan minyak dunia. 

Posisi keanggotaan Indonesia di OPEC masih diperlukan oleh negara-negara anggota lainnya. Indonesia dipandang sebagai negara yang memiliki dan selalu menjaga solidaritas OPEC serta selalu berusaha membangun dialog konstruktif serta konsekuensus di dalam OPEC. Lembaga OPEC tetap membutuhkan Indonesia sebagai faktor penyeimbang dalam komposisi negara-negara anggota. Sehubungan dengan itu, Indonesia merupakan satu-satunya negara Asia yang menjadi anggota OPEC selain negara-negara Timur Tengah yang mendominasi. Oleh karena itu, posisi Indonesia dianggap membantu perbaikan citra OPEC di dunia internasional.

Daftar Sumber:
Bappenas, 2008. Organization of Petroleum Exporting Countries (OPEC). (Online). (Diakses Senin 13 Maret 2017).
BBC Indonesia. 2008. Indonesia Akan Tinggalkan OPEC. (Online). (Diakses Senin Senin 13 Maret 2017).
Ibu Nuur. 2013. Sejarah dan Latar Belakang Organisasi. (Online). (Diakses Senin 13 Maret 2017).
Organization of Petroleum Exporting Countries (OPEC). (Online). (Diakses Senin 13 Maret 2017).
Robbins, Stephen P.,2006. Prilaku Organisasi: Kelompok Gramedia.
Sejarah Negara. Sekilas Tentang OPEC. (Online) (Diakses Senin 13 Maret 2017).
Wikipedia. OPEC. (Online). (Diakses Minggu 12 Maret 2017).

Penulis: 
Mhd. Saifullah
Editor:

10 Ilmuwan Wanita Terpopuler Sepanjang Sejarah

10 Ilmuwan Wanita Terpopuler Sepanjang Sejarah

Dunia pernah mencatat sejumlah ilmuwan wanita pernah lahir dan berkarya. Meski prestasi mereka kerap tidak akui, namun setidaknya mereka pernah menghiasai khazanah ilmu pengetahuan di dunia. Siapa sajakah mereka? Berikut artikel singkatnya:

1. Marie Curie, Polandia (1867-1934)
Marie Curie. @Doc. Sindonews.com
Marie Curie adalah seorang kimiawan dan fisikawan terkenal di bidang radioaktiv. Dia adalah profesor wanita pertama di Universitas Paris yang memenangkan Hadiah Nobel di dua bidang berbeda. Marie memberikan kontribusi luar biasa dalam aktivitas radioaktif. Ia menemukan dua elemen baru radium dan polonium. Teori radioaktiv yang diajarkan hari ini di kursus kimia ditemukan Marie Curie. Untuk pengobatan kanker, ide menggunakan isotop radioaktif juga diperkenalkan oleh wanita luar biasa ini.

2. Jane Goodall, Inggris (1934-sekarang)
Jane Goodall . @Doc.  Sindonews.com
Jane Goodall baru-baru ini dikenal sebagai UN Messenger of Peace. Dia adalah ahli primata dan etholog dan atropolog asal Inggris. Dunia mengenalnya dengan penelitian ekstensif mengenai budaya sosial simpanse di Taman Nasional Gombe Stream di Tanzania. Goodall dianggap sebagai ahli paling terkemuka di dunia tentang simpanse.

3. Maria Mayer, Jerman (1906-1972)
Maria Mayer. @Doc. Sindonews.com
Maria Mayer adalah seorang fisikawan AS kelahiran Jerman. Dia adalah pemenang Hadiah Nobel dalam Fisika dan sebuah nama Nobel di Fisika nuklir. Model inti nuklir dari inti atom disarankan oleh Maria. Dia menyelesaikan gelar Ph.D dari Universitas Gottingen pada 1930.

4. Rachel Carson, AS (1907-1964)
Rachel Carson. @Doc. Sindonews.com
Rachel Carson dianggap ibu dari gerakan lingkungan. Ahli biologi kelautan AS ini lahir di kota sungai Springdale. Dia mendapatkan gelar M.A di bidang zoologi pada 1932 dari Universitas John Hoskins. Karyanya merevolusi gerakan lingkungan global. Rachel bergabung dengan Biro Perikanan A.S sebagai ahli biologi namun mengundurkan diri pada 1952. Dia mendedikasikan sisa hidupnya untuk ekologi kehidupan.

5. Rosalind Franklin, Inggris (1920-1958)
Rosalind Franklin. @Doc. Sindonews.com
Semua orang mengenal nama Rosalind Franklin. Dia terkenal dengan karyanya pada struktur molekul dari batubara, grafit, dan difraksi X -ray. Biofisika Inggris ini mengungkapkan struktur DNA dengan difraksi sinar-X dan menyimpulkan bahwa DNA terdiri dari heliks ganda atom. Dia juga mengusulkan bahwa DNA dapat dikristalisasi dalam dua bentuk berbeda A dan B.

6. Barbara Macclintock, AS (1902-1992)
Barbara Macclintock. @Doc. Sindonews.com
Barbara Macclintock adalah ilmuwan genetika paling berpengaruh. Ahli sitogenetik AS ini telah menerima Hadiah Nobel untuk penemuan transposisi genetik pada 1983. Dia menemukan sekuens DNA yang dapat mengubah lokasi di dalam gen tersebut. Orang pertama yang menghasilkan peta genetik untuk jagung adalah MacClintock.

7. Gertrude Belle Elion, AS (1918-1999)
Gertrude Belle Elion. @Doc. Sindonews.com
Gertrude Belle Elion adalah ahli farmakologi dan biokimia AS. Dia bekerja di bidang medis dan merumuskan sejumlah besar obat baru untuk kesejahteraan manusia. Karyanya mengkonseptualisasikan AZT, obat antiretroviral yang digunakan untuk AIDS. Atas prestasinya, ia menerima hadiah Nobel pada 1988 di bidang Kedokteran dan Fisiologi.

8. Ada Lovelace, Inggris (1815 -1852)
Ada Lovelace. @Doc. Sindonews
Ada Lovelace adalah programmer komputer dan matematikawan pertama di dunia. Dia terkenal dengan penelitiannya tentang komputer umum umum Charles Babbage. Pengamatannya pada komputer mekanik mengenalkan konsep algoritma pertama. Dia memiliki ketertarikan pada matematika sejak usia dini.

9. Dorothy Hodgkin, Inggris (1910-1994)
Dorothy Hodgkin. @Doc. Sindoneews.com
Dorothy Hodgkin adalah ahli biokimia terkenal Inggris. Dia sangat tertarik pada bidang biokimia dan selalu penasaran untuk menemukan bentuk molekul dan fungsinya. Hodgkin adalah wanita ketiga yang menerima hadiah Nobel pada 1964 dalam biokimia untuk menemukan struktur Vitamin V12. Dirinya ilmuwan yang mempelopori bidang kristalografi sinar-X dan menemukan struktur berbagai molekul biologis.

10. Anita Roberts, AS (1942-2006)
Anita Roberts. @Doc. Sindonews.com
Anita Roberts adalah seorang ahli biologi AS yang lahir pada 3 April 1942 di Pennsylvania. Dia meraih gelar doktor dalam bidang biokimia pada 1968 dari Wisconsin-Madison University. Pekerjaannya yang luar biasa selalu diingat dalam sejarah karena penemuan protein TGF beta, yang diperlukan untuk patah tulang dan penyembuhan luka. Dia sangat berdedikasi pada pekerjaannya meski sempat menderita kanker lambung namun tidak menghentikan penelitiannya. Pada 2006 dia meninggal.

Sumber:

Editor

Partai Aceh (PA)

Partai Aceh (PA) 

Bendera Partai Aceh (PA). @Doc. Elektabilitas.
Apalah arti sebuah nama? Tanyalah pada pengurus Partai Aceh (PA). Sebanyak tiga kali partai ini berganti nama. Pada mulanya, Partai Aceh bernama Partai GAM yang diproklamirkan pada 7 Juli 2007 di Banda Aceh. Juru Bicara Partai GAM, Teungku Adnan Beuransyah, menjelaskan, kata GAM adalah sebuah nama. Tidak ada singkatan. Bendera yang dimiliki oleh partai ini juga mirip dengan bendera yang digunakan oleh Gerakan Aceh Merdeka (GAM), yakni berlatar belakang merah menyala dengan dua garis hitam di atas dan di bawah serta di tengahnya terdapat bulan sabit dan bintang berwarna putih. Prinsip partai yang dibentuk oleh mantan kombatan GAM yakni dari perjuangan bersenjata ke perjuangan politik.

Ketika itu, Ketua Partai GAM dijabat oleh Malik Mahmud (Mantan Perdana Menteri GAM) warga negara Singapura yang tinggal di Swedia. Meuntroe, panggilan akrab di kalangan GAM menyatakan, tidak ada persoalan memimpin Partai GAM dan Indonesia tidak mempersoalkan status warga negaranya dalam memimpin Partai GAM.

Tak pelak, Indonesia protes pada nama partai ini. Bahkan, selubung papan nama Partai GAM yang baru beberapa jam dibuka, langsung diperintahkan tutup kembali oleh polisi. Pemerintah tetap meminta GAM harus menulis singkatannya. Kembali pengurus Partai GAM pada 25 Februari 2008 menulis akronim GAM menjadi Gerakan Aceh Mandiri.

Walaupun GAM sudah menulis singkatan di benderanya, Indonesia tetap menolak. Akronim GAM ditulis dengan huruf balok kecil di samping bendera, sedangkan tulisan GAM ditulis dengan huruf balok besar di tengah-tengah bendera. Warna dasar bendera yang dipakai, yaitu merah, putih, dan hitam yang mirip dengan bendera GAM. Perubahan nama dan lambang Partai GAM ini merupakan strategi meraih daya ingat pemilih, merebut opini masyarakat serta mengiring rakyat untuk menusuk Partai GAM.

Akhirnya, pengurus partai mengganti nama dari Partai Gerakan Aceh Mandiri (Partai GAM) menjadi Partai Aceh (PA) pada 22 April 2008. Adnan mengatakan, pihaknya sudah mempertahankan nama Partai GAM, namun Indonesia tetap menolak nama tersebut. Sebab dalam Partai GAM masih ada huruf “G” yang konotasi memakai pola lama. Akhirnya Partai Gerakan Aceh Mandiri berganti nama menjadi Partai Aceh pada 23 Mei 2008. Polemik pun berakhir, dan partai ini kemudian lulus verifikasi administrasi dari Departemen Kehakiman dan HAM di Jakarta.

Adnan mengatakan, perubahan nama Partai GAM mengikuti peraturan dan perundang-undangan. Perubahan itu merupakan suatu proses politik dan persyaratan nasional yang tertulis dalam Poin 1.2.1 MoU Helsinki, Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA) Nomor 11 Tahun 2006 dan Peraturan Pemerintahan Nomor 20 Tahun 2007 tentang Partai Politik Lokal di Aceh pada ayat 4 pasal 6 pada Bab Desain Lambang Daerah tercantum kalimat ini, “Desain logo dan bendera daerah tidak boleh mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan desain dan logo dan bendera organisasi terlarang atau organisasi/perkumpulan/lembaga/gerakan sparatis dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.”

Tak pelak, hal ini mengundang protes dari kalangan GAM. Bahkan, atas nama Pemerintah Aceh, Irwandi mengirim surat bernomor 188.31/545 kepada pemerintah pada 4 Januari 2008. Salah satu bunyi poin surat ini adalah, “meminta agar pemerintah pusat mencabut dan meninjau ulang Peraturan Pemerintah Nomor 77 tahun 2007,” serta mengatur kembali aturan tersebut  setelah melalui proses konsultasi dengan gubernur dan mendapat pertimbangan.

Namun Jakarta tidak peduli dengan protes Irwandi, dan GAM pun memilih jalan kompromi. Bendera partai disulap, tidak ada lagi bulan sabit dan bintang. Hanya kata Aceh yang tampil lebih dominan di tengah-tengah bendera. Partai Aceh memiliki misi mentransformasikan sekaligus membangun wawasan berpikir masyarakat Aceh dari persepsi partai revolusi menjadi partai pembangunan.

Keinginan GAM mendirikan partai politik lokal memang sudah disuarakan pada pertemuan GAM Ban Sigom Donja (Musyawarah Bangsa Aceh Se-Dunia) di Kampus Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh pada 20-21 Mei 2006. Rencana mutasi GAM menjadi partai politik semakin mengkristal. Lalu dalam rapat Komisi Pengaturan Keamanan (CoSA) Aceh Monitoring Mission yang terakhir ke-44 pada 2 Desember 2006, Malik juga menyatakan keinginan GAM akan mendirikan partai politik lokal.

Partai Aceh menyadari sepenuhnya kekuatan ulama. Jika ulama yang bernaung di Himpunan Ulama Daerah Aceh (HUDA) cenderung mengalihkan suara ke Partai Daulat Aceh (PDA), maka Partai Aceh dalam hal ini pendiri Partai Aceh yakni Malik Mahmud dan Zaini Abdullah melantik 60 orang pengurus organisasi Majelis Ulama Nanggroe Aceh (MUNA). Organisasi yang diketuai oleh Teungku Ali Basyah ini dilantik pada 30 Juli 2008 di Komplek Makam Syiah Kuala, Banda Aceh, yang juga menjadi tempat Partai Daulat Aceh dideklarasikan sebelumnya. Dalam pelantikan itu, Malik mengharapkan kehadiran ulama di Aceh bisa memberikan pencerahan kepada rakyat. Malik menyatakan, dengan kehadiran MUNA, seluruh ulama di Aceh dapat bersatu untuk memperjuangkan satu kepentingan, yaitu kepentingan rakyat Aceh.

Sekretaris Jenderal HUDA, Teungku Faisal Ali kepada penulis pada 1 Agustus 2008 menyebutkan, MUNA merupakan organisasi yang dibentuk oleh kalangan ulama yang pro terhadap perjuangan Partai Aceh. Sehingga bisa disebutkan, MUNA menjadi pengumpul suara untuk Partai Aceh pada Pemilu 2009 dan ini dibenarkan oleh Adnan kepada penulis pada 31 Juli 2008.

Tak diragukan lagi, dari segi logistik dan jaringan, Partai Aceh memiliki segalanya. Karena itu, Adnan berkeyakinan pihaknya akan memperoleh 80 persen suara berdasarkan kekuatan Partai Aceh dan kelemahan partai politik lokal lainnya. Hingga kini, tidak ada perpecahan yang mengkhawatirkan sesama mantan GAM dalam menyalurkan aspirasi politik. Kemungkinan besar, Partai Aceh bisa meraih suara di pesisir timur dan barat Aceh yang lebih banyak pemilih.  Mesin politik Partai Aceh yang sangat ampuh yakni Komite Peralihan Aceh (KPA) yang sudah terbukti mengantarkan Irwandi-Nazar pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Aceh 2006. Jaringan KPA itu terdiri dari 23 kabupaten kota di Aceh hingga desa-desa. KPA merupakan organisasi veteran Tentara Negara Aceh (TNA) yang merupakan sayap militer GAM dan dibubarkan pada 27 Desember 2005 di Banda Aceh.

Hal-hal di luar perkiraan bisa saja terjadi seperti pada Pilkada Aceh 2006, Irwandi-Nazar bisa unggul di Aceh Tenggara yang selama ini kokoh sebagai daerah kekuasaan Partai Golkar. Di sana Irwandi mengumpulkan 37.217 suara mengalahkan pasangan Malik A Raden-Sayed Zakaria yang merupakan Ketua Partai Golkar di Aceh yang hanya memperoleh 22.291 suara. Hal yang sama juga terjadi di Kota Sabang, yang selama Darurat Militer tahun 2003 menjadi daerah putih atau nihil kekuatan GAM. Namun faktanya, Irwandi-Nazar bisa menang mengalahkan tujuh pasangan lain termasuk dua kandidat dari mantan militer yakni Djali Yusuf dan Tamlicha Ali.

Dari sekitar 2,1 juta pemilih di Aceh, 50 persen pemilih tinggal di kawasan pesisir timur seperti, Pidie, Pidie Jaya, Bireuen, Aceh Utara, dan Aceh Timur, 20 persen tinggal di wilayah tengah seperti Aceh Tengah, Bener Meriah, Gayo Lues, dan Aceh Tenggara dan 30 persen tinggal di pesisir barat seperti Aceh Jaya, Aceh Barat, dan Aceh Selatan yang termasuk daerah yang paling banyak korban tsunami karena berdekatan dengan pusat tsunami di sekitar perairan Aceh Jaya.

Merujuk Pilkada Aceh 2006, mantan anggota GAM di Pidie dan Bireuen mendukung pasangan Humam-Hasbi sebagaimana titah dari Malik dan Zaini. Namun mantan Panglima GAM, Muzakir Manaf pada akhirnya menarik dukungannya dari Humam-Hasbi. Sehingga kantong suara pun pecah dan mantan GAM di seluruh Aceh lebih dominan mendukung Irwandi-Nazar. Bisa dipahami mengapa Irwandi-Nazar mendapat ranking pertama dan Humam-Hasbi urutan kedua, karena mantan GAM berhasil mengadakan pendidikan kampanye kepada pemilih untuk memilih Irwandi-Nazar. Kini tidak ada lagi perpecahan dan bahkan menjadi kekuatan yang dahsyat. Apalagi Ketua Partai Aceh dijabat oleh Muzakir Manaf, yang dikalangan mantan kombatan GAM disebut Mualim. Saingan Partai Aceh di desa-desa yakni kader SIRA yang memilih target yang sama termasuk Partai Daulat Aceh.

Partai Aceh benar-benar ingin memperlihatkan dirinya untuk berubah. Mereka sudah mempersiapkan calon legislatif dengan komposisi 50 persen dari kombatan GAM dan 50 persen dari unsur akademisi, tokoh masyarakat, serta ulama. Adnan menyatakan pihaknya ingin menguasai parlemen di tingkat provinsi dan kabupaten kota. Tentu saja, ini sangat menarik. Mereka putar perjuangan dari adu otot menjadi adu otak, dari laga ujung bedil yang berhawa panas ke ujung pena yang berhawa sejuk di Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) atau Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten/Kota (DPRK). Menutup kotak peluru serapat-rapatnya untuk membuka kotak suara seluas-luasnya. 

Ketua Umum Muzakkir Manaf, Sekretaris M. Yahya SH, Bendahara Hasanuddin, dan Kantor Partai PA berada di Jalan Sultan Alaidin Muhammad Syah, Banda Aceh.


Sumber:
Kawilarang, Harry. 2010. Aceh dari Sultan Iskandar Muda ke Helsinki. Banda Aceh: Bandar Publishing.

Editor:
Menulis Sejarah

Orang Indonesia Yang Menjadi Pahlawan di Negeri Belanda

Orang Indonesia Yang Menjadi Pahlawan di Negeri Belanda

Orang-orang Indonesia yang pernah berjuang untuk kebebasan Belanda dari pendudukan Jerman. @Doc. Nino Oktorino, dalam buku  Nazi di Indonesia – Sebuah Sejarah Yang Terlupakan.
Pada saat Jerman menduduki Belanda, di sana ada terdapat orang Indonesia yang hidup kurang lebih sekitar 800 orang. Sebagian besar dari mereka adalah orang-orang yang berasal dari Pulau Jawa, dan sisanya dari Pulau Sumatera, Maluku (Ambon), dan pulau-pulau di Indonesia lainnya. Mereka yang ada di sana kebanyakan bekerja sebagai pelajar, pelaut, seniman, dan pembantu. Kehidupan mereka di negeri yang dijuluki Kincir Angin tersebut begitu sengsara, mulai dari kekurangan kedinginan, kekurangan makanan, diserang penyakit atau tewas ditangan rezim yang berkuasa. Selama perang berlangsung, diperkirakan sebanyak 86 orang Indonesia atau lebih dari 10 persen meninggal dunia di Belanda.

Meskipun bukan di negeri sendiri, pada masa perlawanan Belanda terhadap pendudukan Nazi (Jerman), ada banyak orang Indonesia yang terlibat dalam melakukan perlawanan. Sebagaimana layaknya penduduk lokal yang sedang berjuang mempertahankan negerinya dari penjajah. Mereka yang terlibat dan didemobilisasi setelah pendudukan, sebagian besar merupakan bekas kader di Royal Military Academie (KMA) di Breda. Salah satunya bernama Eduard Alexander Latuperisa, bekas seorang kapten Koninklijke Nederlands(ch)-Indische Leger (KNIL) atau tentara Kerajaan Hindia Belanda.

Eduard Alexander Latuperisa merupakan orang Indonesia asli bersuku Ambon yang lahir di Kudus, Jawa Tengah, 9 April 1902. Dia diterima sebagai pasukan infanteri pada tahun 1924 di Hoofdcrusus yang pada saat itu berada di Breda yang sebelumnya berada di Kampen. Selama kurang lebih 4 tahun dia mendapatkan pendidikan militer di KMA Breda, dan pada tahun 1926 dia lulus dengan pangkat letnan dua. Sejak saat itu, dia bertugas sebagai tentara dari Kerajaan Hindia Belanda hingga mencapai pangkat kapten.

Pada tahun 1939, Eduard Alexander Latuperisa yang telah berusia 37 tahun kembali lagi datang ke Belanda bersama anak dan istrinya. Tujuannya hanya untuk menimba ilmu militer mengikuti sekolah lanjutan perwira sekelas Hogare Krijg School. Belum genap setahun di Belanda, Jerman datang menyerbu negeri tersebut sehingga Eduard memilih untuk kembali ke Hindia Belanda (Indonesia). Sekembalinya dari Belanda, Eduard memilih bergabung dengan Orde Dienst (OD) alias badan ketertiban yang anggotanya adalah bekas militer Belanda. 

Eduard Alexander Latuperisa yang tergabung dalam satuan Orde Dienst (OD), biasanya bergeraka dengan melakukan sabotase dan spionase. Akan tetapi, lama kelamaan satuan ini disusupi musuh, sehingga para anggotanya kemudian ditangkap oleh tentara Nazi Jerman dan Eduard Alexander Latuperisa ditangkap pada Maret 1942. Selama setahun ditawan, Eduard Alexander Latuperisa kemudian dieksekusi Gestapo pada tanggal 29 Juli 1943, di Leusderheide.

Harry Albert Poeze dalam bukunya yang berjudul Di Negeri Penjajah (2008) menuliskan, “Di antara mereka adalah Latuperisa yang tugasnya mengorganisasi para kadet KMA dan melakukan transaksi senjata. Tanggal 13 Maret 1942 dia ditahan. Seratus anggota OD pilihan diadili pada Maret-April 1943 di kampung Haaren. Latuperisa, 41 tahun, dijatuhi hukuman mati, dan bersama 16 orang rekannya, ia ditembak mati tanggal 29 Juli 1943 di Leusderheide.”

Orang Indonesia yang juga terlibat dalam perlawanan Belanda terhadap pendudukan Jerman bukan hanya Eduard Alexander Latuperisa. Para pelajar terutama bekas dari anggota Perhimpunan Indonesia (PI) yang berada di sana, juga menjadi kelompok utama dan berkolaborasi dengan kelompok-kelompok gerakan perlawanan Belanda. Pergerakan yang mereka berupa terlibat dalam aktivitas membantu penyelamatan orang Yahudi maupun Belanda yang diburu oleh tentara Nazi Jerman, selain dari pada menerbitkan tulisan selebaran ilegal dan menghimpun informasi. Adapun beberapa para pelajar yang terlibat di antaranya, dua orang bersaudari yakni Miri dan Emi Freibrun, Rachmad Kusumobroto bersama tunangannya Petronella Nel van den Bergh yang kemudian ditangkap serta dibunuh oleh tentara Nazi. Sehubungan dengan itu, perlawanan bersenjata juga digerakkan oleh anggota PI, salah satunya Jusuf Mudadalam yang bergabung dengan K.P. Belanda. Jusuf yang dijuluki sebagai bocah kekar (knok ploeg), pada tahun 1944 bersama rekan-rekannya berhasil menyerang sebuah pos polisi dan merampas empat pucuk pistol jenis Walther.

Kepandaian orang-orang Indonesia, terutama para pelajar yang ada di Belanda dalam menggunakan senjata, tidak terlepas dari peran seorang desertir Jerman berpangkat kopral. Desertir Jerman yang sudah muak dengan berperang tersebutlah yang melatih orang-orang Indonesia di sana dalam menggunakan senjata.

Pasca Belanda dibebaskan dari pendudukan Jerman, orang-orang Indonesia juga berpartisipasi dalam Parade Pembebasan di Amsterdam ibu kota Belanda pada tanggal 8 Mei 1945. Beberapa di antara mereka diangkat menjadi anggota parlemen Belanda, seperti Effendi, Setiadjit, dan Pomantjak. Namun, pada saat meletus peperangan mempertahankan kemerdekaan di Indonesia, kebanyakan dari mereka memilih kembali ke tanah air.

Tokoh-tokoh yang pernah terlibat dalam pembebasan Belanda dan mempertahankan kemerdekaan Indonesia, khususnya yang berhaluan komunis. Di dalam perpolitikan di Indonesia, mereka disingkirkan, di antaranya Setiadjit yang dieksekusi tahun 1948 setelah pemberontakan PKI Madiun. Sedangkan Jusuf Mudadalam yang pernah menjabat sebagai menjadi menteri dipenjara pada masa Orde Baru setelah jatuhnya Orde Lama.

Sumber:
Kojongian, Adrianus. 2014. Tentang Lulusan Hoofdcrusus. (Online) (Diakses, 18 Juli 2017). 
Oktorino, Nino. 2015. Nazi di Indonesia – Sebuah Sejarah yang terlupakan. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.

Editor

Organisasi dan Manajemen OPEC

Organisasi dan Manajemen OPEC

Gambar Logo OPEC @Doc. Google.
Organisasi dapat diartikan sebagai satu kesatuan yang terdiri dari dua orang atau lebih dan memiliki tujuan yang sama. Menurut Stephen (4:2006) organisasi merupakan sebuah unit sosial yang dengan sengaja dikelola, yang terdiri atas dua orang atau lebih, yang berfungsi secara relatif dan terus menerus untuk mencapai suatu sasaran atau serangkaian sasaran bersama. Oleh karena itu, untuk mencapai suatu sasaran atau tujuan maka harus dibentuk manajemen yang akan menjalankan setiap rencana dan tugas agar lebih terarah atau terorganisir.

Di dalam Organization of Petroleum Exporting Countries (OPEC) juga memiliki manajeman organisasi yang mengatur tugas dari lembaga. Adapun manajemen dalam tubuh OPEC terdiri dari Konferensi, Dewan Gubernur, dan Sekretaris (Sekjen), serta dibantu dengan badan-badan lainnya.

1. Konferensi
Konferensi OPEC merupakan bagian manajemen tertinggi yang ada di dalam tubuh OPEC, berupa pertemuan yang dilaksanakan sebanyak dua kali dalam setahun. Akan tetapi, pertemuan tersebut dapat dilaksanakan lebih atau extraordinary, apabila diperlukan.

Konferensi OPEC dipimpin oleh Presiden dan Wakil Presiden OPEC yang dipilih berdasarkan hasil dari keputusan konferensi pada saat pertemuan. Di dalam pelaksanaannya, konferensi dijalankan berdasarkan dari wakil-wakil atau delegasi setiap negara anggota OPEC. Semua negara anggota yang telah terwakilkan mempunyai satu hak suara di dalam konferensi. Oleh karena itu, keputusan yang diambil dalam konferensi merupakan persetujuan yang didapatkan dari negara-negara anggota.

Tugas dari Konferensi OPEC yakni merumuskan kebijakan umum organisasi dan mencari upaya  untuk mengimplementasikan kebijakan. Sehubungan dengan itu, pertemuan Konferensi OPEC juga bertugas mengukuhkan penunjukan anggota Dewan Gubernur dan Sekretaris Jenderal OPEC.
2. Dewan Gubernur
Dewan Gubernur OPEC merupakan kumpulan gubernur yang telah dipilih oleh masing-masing anggota negara OPEC sebagai perwakilan dalam bersidang. Gubernur yang terpilih melaksanakan sidang Dewan Gubernur sedikitnya dua kali dalam satu tahun. Pertemuan lebih (extraordinary) Dewan Gubernur OPEC dapat dilaksanakan atas permintaan Ketua Dewan, Sekretaris Jenderal, atau 2/3 dari anggota Dewan Gubernur OPEC.

Dewan Gubernur OPEC memiliki beberapa tugas yang, yakni sebagai berikut:
  • Melaksanakan keputusan Konferensi OPEC; 
  • Memutuskan dan mempertimbangkan laporan-laporan yang disampaikan oleh Sekretaris Jenderal OPEC; 
  • Memberikan rekomendasi dan laporan kepada pertemuan Konferensi OPEC;
  • Membuat anggaran keuangan organisasi dan menyerahkan kepada Sidang Konferensi setiap tahun; 
  • Mempertimbangkan semua laporan keungan dan menunjuk seorang auditor untuk masa tugas selama satu tahun; 
  • Menyetujui penunjukan direktur-direktur divisi, kepala bagian yang diusulkan negara anggota; 
  • Menyelenggarakan pertemuan Extraordinary Konferensi OPEC dan mempersiapkan agenda sidang. 

Dewan Gubernur dipimpin seorang Ketua dan Wakil Ketua yang berasal dari para Gubernur OPEC yang telah dipilih oleh negara-negara anggota dan telah disetujui dalam Pertemuan Konferensi OPEC dengan masa jabatan selama satu tahun.

3. Sekretaris Jenderal (Sekjen)
Sekretaris Jenderal (Sekjen) merupakan badan pelaksana eksekutif organisasi yang sesuai dengan statuta dan pengarahan dari Dewan Gubernur. Sekjen juga merupakan wakil resmi dari lembaga OPEC yang telah dipilih. 

Pemilihan Sekjen dilakukan setiap tiga tahun sekali sesuai dengan lamanya periode tugas. Akan tetapi, tugas Sekjen dapat diperpanjang (terpilih kembali) satu kali untuk periode masa jabatan yang sama. Sehubungan dengan itu, untuk dapat menjabat, Sekretaris Jenderal harus berasal dari salah satu negara anggota OPEC.

Di dalam menjalankan tugasnya, Sekjen bertanggung jawab kepada Dewan Gubernur dengan mendapat bantuan dari para kepala divisi dan bagian yang sudah dibentuk.

Daftar Sumber:
Bappenas, 2008. Organization of Petroleum Exporting Countries (OPEC). (Online). (Diakses Senin 13 Maret 2017).
BBC Indonesia. 2008. Indonesia Akan Tinggalkan OPEC. (Online). (Diakses Senin Senin 13 Maret 2017).
Ibu Nuur. 2013. Sejarah dan Latar Belakang Organisasi. (Online). (Diakses Senin 13 Maret 2017).
Organization of Petroleum Exporting Countries (OPEC). (Online). (Diakses Senin 13 Maret 2017).
Robbins, Stephen P.,2006. Prilaku Organisasi: Kelompok Gramedia.
Sejarah Negara. Sekilas Tentang OPEC. (Online) (Diakses Senin 13 Maret 2017).
Wikipedia. OPEC. (Online). (Diakses Minggu 12 Maret 2017).

Penulis: 
Mhd. Saifullah
Editor:

Indische Partij (IP)

Indische Partij (IP)

Indische Partij (IP). @Doc. Istimewa.
Keistimewaan Indische Partij (IP) adalah usianya yang pendek tetapi anggaran dasarnya dijadikan program politik pertama di Indonesia. Organisasi ini didirikan oleh E.F.E. Douwes Dekker (DD) alias Setyabudi di Bandung pada tanggal 25 Desember 1912 dan merupakan organisasi campuran orang Indo dan Bumiputra. Douwes Dekker ingin melanjutkan Indische Bond, organisasi campuran Erasia dan Eropa yang didirikan pada tahun 1898. Indische Partij menjadi organisasi politik yang kuat pada waktu itu setelah ia bekerja sama dengan dr. Cipto Mangunkusumo dan Suwardi Suryaningrat alias Ki Hajar Dewantara yang kemudian mereka itu dikenal dengan sebutan Tiga Serangkai.

Indische Partij adalah organisasi campuran yang menginginkan kerja sama orang Indo dan Bumiputra. Hal ini disadari benar karena jumlah orang Indo sangat sedikit maka diperlukan kerja sama dengan orang Bumiputra agar kedudukan organisasinya semakin kuat. Lagi pula disadari bahwa usaha sekeras apapun bagi orang Indo tidak akan mendapat keuntungan maksimal jika hanya berusaha sendiri tanpa bantuan orang Bumiputra. Orang-orang Indo lahir dari perkawinan campuran antara laki-laki Belanda dengan wanita Bumiputra. Menurut pengakuannya, orang Indo cenderung ikut kultur ayahnya yang dianggapnya lebih tinggi dari pada kultur ibunya. Dalam keadaan seperti ini mereka berpijak pada dua dunia. Turut pada dunia ayahnya, mereka merasa senang, tetapi dalam kenyataannya di masyarakat kedudukan mereka tidak sama dengan orang totok (sebutan untuk keturunan Belanda asli), sedangkan jika mereka ikut pada kultur ibunya jelas tidak mendapatkan keuntungan sosial politik. Mereka terasing dari orang totok yang didatangkan dari Belanda dan jauh dari kedudukan yang baik, misalnya pegawai pemerintahan atau perkebunan, di tempatkan oleh totok. Keadaan seperti ini menjadi semakin buruk setelah berkembangnya perkebunan yang berarti makin banyak orang totok yangd datang dan sebaliknya orang Indo semakin tersingkir. Orang totok jauh lebih terampil dari pada orang Indo, maka tidak mengherankan jika terjadi persaingan dalam perburuhan niscaya orang Indo tidak akan menang.

Douwes Dekker dapat dikatakan memiliki segalanya, akalnya terang, otaknya tajam, jiwanya kritis, tekadnya teguh, sedangkan keberaniannya untuk melahirkan segala yang terkandung dalam hatinya sangat besar. Douwes Dekker masih mempunyai hubungan keluarga dengan Eduard Douwes Dekker atau Multatuli, penulis Max Havelaar yang membela petani Banten dalam masa Tanam Paksa. Ia lahir pada tahun 1879 dari keturunan campuran ayahnya Belanda dan ibunya Indo. Rupanya pengalaman hidupnyalah yang menjiwai gerakan politiknya.

Setelah tamat dari Hoogere Burgerschool (HBS) di Jakarta, ia menjadi pengawas perkebunan kopi di Jawa Timur dan ia dipecat dari pekerjaannya karena dekat dengan buruh. Setelah itu, ia dibuang ke Srilangka karena menjadi sukarelawan yang membantu petani Belanda melawan tentara Inggris dalam Perang Boer di Afrika Selatan. Ia kembali ke Indonesia pada tahun 1902. Ia menjadi koresponden Harian de Locomotief di Semarang, kemudian pindah ke Harian Soerabajasch Handelsblad, dan akhirnya menetap di harian Bataviaasch Nieuwsblad. 

Ia berpendapat bahwa hanya melalui kesatuan aksi melawan kolonial dapat mengubah sistem yang berlaku. Keadilan bagi semua suku bangsa merupakan keharusan dalam pemerintahan. Pada waktu itu terdapat anitesis antara penjajah dan terjajah, penguasa dan yang dikuasai. Selanjutnya ia berpendapat bahwa setiap gerakan politik yang sehat harus mempunyai prinsip bahwa ideologi partai politik haruslah kemerdekaan yang menjadi tujuan akhir. Pendapat itu kemudian disalurkan lewat majalah  Het Tijdschrift dan surat kabar De Expres.

Sementara itu Douwes Dekker banyak berhubungan dengan para pelajar sekolah STOVIA di Jakarta dan karena ia menjadi redaktur Bataviaasch Nieuwsblad maka tidak mengherankan kalau ia banyak berkenalan dan memberi kesempatan kepada penulis-penulis muda dalam surat kabar. Menurut Suwardi meskupin pendiri Indische Partij adalah orang Indo, tetapi ia tidak mengenal supremasi Indo atau penduduk Bumiputra, bahkan ia menghendaki hilangnya golongan Indo dengan melebur diri dalam masyarakat Bumiputra. Perjuangan untuk berjuang menentang perbedaan sosial politik inilah yang mendasari tindakan Suwardi Suryaningrat selanjutnya dengan mendirikan Taman Siswa pada tahun 1922 dan menentang Undang-Undang Sekolah Liar pada tahun 1933. Di sisi lain, dr. Cipto Mangunkusumo meneruskan perjuangannya yang radikal meskipun ia dibuang bersama Douwes Dekker ke Belanda pada tahun 1913. Tahun 1926, ia dibuang lagi ke Banda yang sebelumnya dipenjarakan dua tahun di Bandung. Sebelum Jepang masuk, ia dibebaskan dari penjara dan meninggal pada tahun 1943.

Jiwa dinamis Douwes Dekker sudah diawali ketika ia melakukan propaganda ke seluruh Jawa dari tanggal 15 September sampai dengan 3 Oktober 1912. Dalam perjalanannya itu ia mengadakan rapat-rapat dengan elit lokal di Yogyakarta, Surakarta, Madiun, Surabaya, Semarang, Tegal, Pekalongan, dan Cirebon. Douwes Dekker disambut hangat oleh pengurus Budi Utomo di Yogyakarta. Mereka diajak untuk membangkitkan semangat golongan Indier guna membangkitkan kekuatan politik untuk menentang penajajah. Perjalanan itu menghasilkan tanggapan di kota-kota yang dikunjunginya dan akhirnya dapat didirikan 30 Cabang Indische Partij dengan anggota 7300 orang. Sebagian besar dari mereka adalah orang Indo dan hanya sekitar 1500 orang Bumiputra (Koch, 1951:45).

Konsep kebangsaan Indiers disebarluaskan oleh Douwes Dekker karena ia berpendapat bahwa Indie dalam koloni Nederlandsch-Indie harus disadarkan dan dibebaskan dari belenggu penjajahan. Dari Anggaran Dasar Indische Partij dapat disimpulkan bahwa dari tujuan Indische Partij adalah untuk membangun patriotisme Bangsa Hindia kepada tanah air yang telah memberi lapangan hidup, dan menganjurkan kerja sama atas dasar persamaan ketatanegaraan guna memajukan tanah air Hindia dan untuk mempersiapkan kehidupan rakyat yang merdeka. Ini berarti bahwa secara tidak langsung Indische Partij menolak kehadiran orang totok sebagai penguasa dan sekaligus melahirkan perasaan kebangsaan yang pertama karena mengakui Indonesia sebagai tanah airnya. Jelas bahwa Indische Partij berdiri atas dasar nasionalisme yang menampung semua suku bangsa di Hindia yang diajak menuju kemerdekaan Indonesia. Paham kebangsaan ini setelah melalui perjalanan panjang diolah dalam Perhimpunan Indonesia (1924) dan Partai Nasional Indonesia (1927) (Abdurrachman Surjomihardjo, 1979:73).

Sikap dan tindakan politik organisasi pergerakan ternyata berbeda-beda. Demikian pula pemerintah kolonial berbeda dalam cara menanggapinya. Sikap hati-hati pada Budi Utomo berbeda dengan sikap Sarekat Islam yang tenang dipermukaan dan bergejolak di bawah permukaan, dan berbeda lagi dengan Indische Partij yang radikal yang menentut kemerdekaan. Keadaan yang seperti inilah yang menyebabkan pemerintah bersikap keras terhadap Indische Partij. Permohonan Indische Partij untuk mendapatkan badan hukum sia-sia belaka dan organisasi itu dinyatakan sebagai pertai terlarang sejak tanggal 4 Maret 1913. Usia Indische Partij sangat pendek dan tidak lebih dari enam bulan.

Sudah disebut di muka, meski usia Indische Partij sangat pendek tetapi khususnya dua orang rekannya yang mengikuti Tiga Serangkai jiwanya sangat berpengaruh pada para pemimpin pergerakan pada waktu itu. Memang pengaruh Douwes Dekker cukup luas dan hal ini diakui oleh Gubernur Jenderal Idenburg dalam suratnya kepada van Kol, anggota Eerste Kamer dari Sociaal Democratische Arbeiders Partij (SDAP) di Nederland, yang antara lain sebagai berikut, “Bayangkanlah tuan, pergerakan seperti Sarekat Islam dapat dipengaruhi oleh seorang seperti Douwes Dekker. Bahaya yang akan ditimbulkan dan tidak dapat dilihat dari luar lebih besar. Pimpinan cabang-cabang Sarekat Islam dipegang oleh intelektual muda yang dipengaruhi secara pribadi oleh Douwes Dekker. Bagi kepentingan gerakan yang besar itu, saya terpaksa mengambil tindakan...”.

Tindakan Idenburg ini dilakukan setelah larangan terhadap Indische Partij dan karena ulah bekas pimpinannya di dalam Komite Bumiputra. Hal ini dilakukan berhubungan dengan maksud pemerintah mengadakan ulang tahun ke-100 kemerdekaan Belanda dari penjajahan Prancis.

Pada dasarnya komite tidak setuju dengan maksud pemerintah karena bertentangan dengan kenyataan. Sungguh sangat ironis kalau pesta itu harus dibiayai dari pajak yang ditarik dari orang Bumiputra. Sementara itu komite menuntut agar diadakan Parlemen India, dicabut pasal 111 Regeerings Reglement, dan tetap dipertahankannya hak mengeluarkan pendapat di koloni. Di dalam komite itu, dr. Cipto Mangunkusumo diangkat sebagai ketua dan Suwardi Suryaningrat sebagai sekretaris. Surat edaran Surwardi Suryaningrat yang berjudul Als ik een Nederlander was adalah kritik pedas terhadap pemerintah dan pada kesempatan ini pemerintah membalas dengan membuang Tiga Serangkai. Tahun 1919, Douwes Dekker pulang ke Indonesia dan pada tahun 1940 dibuang ke Suriname dan baru pada tahun 1947 kembali ke Indonesia. Dalam Kabinet Syahrir ia diangkat sebagai Menteri Negara, dan menjadi Dewan Pertimbangan Agung, kemudian meninggal pada tahun 1950.

Pembuangan Tiga Serangkai memiliki dampak luas, bahkan dampaknya bukan hanya ada di koloni tetapi juga ada di negara induk. Di Belanda terjadi perdebatan politik di Dewan Perwakilan Rakyat Belanda tentang pergerakan rakyat Indonesia. Di Indonesia makin menjadi kebutuhan untuk memperjuangkan hak-hak Bumiputra. Aksi Komite Bumiputra menghidupkan tumbuhnya kesadaran dan perlunya persatuan untuk mencapai perubahan ketatanegaraan. Perlu diketahui pula bahwa pergerakan di Indonesia dikenal di luar negeri melalui tulisan-tulisan penulis sosialis Belanda yang pada waktu itu menaruh perhatian yang besar sekali terhadap pergerakan rakyat Indonesia.

Usia Indische Partij pendek namun bagaikan sebuah tornado yang melanda Jawa. Oleh penerusnya setelah Indische Partij dibubarkan dan pimpinannya dibuang kemudian organisasi ini bernama Insulide, namun organisasi itu tidak mendapat sambutan masyarakat luas meskipun pada tahun 1919 diganti namanya menjadi Nationlaal Indische Partij (NIP). Kenyataan tidak dapat ditolak bahwa orang Indo masih merasa mempunyai kedudukan yang lebih tinggi daripada Bumiputra. Perasaan lebih tinggi di kalangan Indo ini menyebabkan mereka banyak yang keluar dan menggabungkan diri dalam Indo Europeesch Verbond (IEV) yang didirikan pada tahun 1919. 

Sumber:
Suhartono. 2001. Sejarah Pergerakan Nasional (Dari Budi Utomo sampai Proklamasi (1908-1945)). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Editor

Preman Medan dari Zaman ke Zaman

Preman Medan dari Zaman ke Zaman

"Di tiap era mereka selalu ada, dengan fungsi sosial yang berbeda. Dulu menjadi pembela kaum lemah. Kini, kehadirannya membuat masyarakat resah."
Pekerja kuli kontrak perkebunan tembakau di Deli, Sumatera Utara. Foto: KITLV. @Doc. Historia.

Beberapa waktu lalu, kota Medan terasa mencekam. Di kota penghasil penganan Bika Ambon itu, dua organisasi pemuda tersohor terlibat bentrok: Pemuda Pancasila (PP) versus Ikatan Pemuda Karya (IPK). Aksi anarkis berdarah pecah di Jalan Thamrin, 31 Januari 2016, yang menjadi kawasan pertokoan orang-orang Tionghoa. Seorang ketua ranting IPK tewas dikeroyok dan ditombak anggota PP. Bentrokan meluas ke sejumlah kawasan dalam kota. Pasca tragedi itu, status kota Medan siaga satu. Di Medan, sudah menjadi rahasia publik jika dua organisasi ini merupakan perkumpulan para preman.

Preman. Kata itu begitu identik dengan kota Medan. Reputasi preman telah bermula sejak zaman kolonial Belanda di awal abad 20. Mereka adalah kuli non-kontrak atau tenaga lepas yang dibayar harian. Tuan-tuan kebun Belanda (Planters) yang menjadi penguasa tanah Deli menyebutnya “Vrije Man” yang berarti orang bebas. Meski dipekerjakan, para Vrije Man acap kali menjadi gangguan bagi tuan kebun Belanda dalam menjalankan usahanya.

Menurut Kompas, 30 November 1986, Vrije Man muncul sebagai pembela kuli kontrak asal Jawa, Tionghoa, dan India yang disiksa mandor kebun atas perintah tuan kebun. Beraneka keresahan ditebarkan oleh Vrije Man. Merusak tanaman kebun, minum-minum sampai mabuk dan memancing keributan, hingga menantang berkelahi merupakan cara Vrije Man unjuk taji terhadap penguasa kebun.

Sebagai tanda balas jasa, para Vrije Man digratiskan untuk mengambil makanan dan minuman di warung. Dari konteks inilah istilah Vrije Man berubah menjadi “preman”. “Ia menjadi akronim untuk ‘pre minum dan makan’. Pre disingkat dari prei yang asalnya dari vrije. Bebas minum dan makan,” tulis Kompas.

Di masa mempertahankan kemerdekaan, preman turut serta dalam perjuangan revolusi. Peristiwa Jalan Bali pada Oktober 1945 (baca: Lencana Merah Putih Dilucuti Pejuang Medan Pasang Badan) menjadi salah satu medan juang preman Medan melawan penjajah. Di masa ini, kelompok preman pejuang yang paling terkenal adalah Laskar Naga Terbang pimpinan Timur Pane. “Anggota-anggota dari pasukan Naga Terbang ini kebanyakan dari anak-anak Medan, yang mulanya berasal dari jagoan-jagoan kota Medan yang dibina oleh Matheus Sihombing,” tulis Forum Komunikasi Ex Sub Teritorium VII Komando Sumatera dalam Perjuangan Rakyat Semesta Sumatera Utara.

Memasuki tahun 1950-an, eksistensi preman masih cukup diterima di tengah masyarakat. Wali Kota Medan, Haji Moeda Siregar (menjabat 1954-1958) bahkan pernah memberikan penghargaan kepada preman. Saat itu, preman Medan berperan mendamaikan perkelahian antarsuku yang terjadi antara pemuda Aceh dengan pemuda Batak. Preman juga membantu menindaklanjuti pengaduan masyarakat yang mengalami pencurian atau perampokan. Preman akan mencari pimpinan copet dan rampok setempat agar barang-barang yang dicuri lantas dikembalikan kepada pengadu.

Pada masa pemerintahan Sukarno, preman terhimpun ke dalam organisasi pemuda bernama Pemuda Pancasila. Pemuda Pancasila didirikan sebagai organisasi sayap Partai Ikatan Pendukung Kemerdekaan Indonesia (IPKI) yang dibentuk Jenderal Abdul Haris Nasution pada 28 Oktober 1959. Pemuda Pancasila secara formal diresmikan dalam kongres IPKI tahun 1961.

“Pemuda Pancasila dihadirkan untuk mempertahankan Pancasila dan UUD 1945 ketika banyak kelompok pemuda saat itu beralih mendukung Nasakom,” tulis Loren Ryter, “Pemuda Pancasila: The Last Loyalist Free Men of Suharto′s Order” dalam Violence and The State in Suharto′s Indonesia suntingan Ben Anderson.

“Ketika Presiden Sukarno menyerukan mobilisasi umum untuk pembebasan Irian Barat, Pemuda Pancasila mendukungnya dengan mempersiapkan diri bertempur sebagai milisi,” tulis Ryter. Mereka tergabung ke dalam front Pasukan Djibaku Irian Barat (PDIB).

Effendi Nasution alias Pendi “Keling”, adalah preman legendaris dan mantan petinju yang dikenal sebagai pemimpin Pemuda Pancasila kota Medan. Menurut Pendi Keling, mencuri, merampok, dan tindak kejahatan lainnya haram bagi preman.

“Banyak cara terhormat, yang penting preman itu bukan bandit. Misalnya, menjaga keamanan bandar dan arena perjudian, menjadi pengawal pengusaha kaya, menjaga pusat-pusat keramaian dan bioskop. Dan sesekali mendapat order memukuli jagoan pengusaha lain,” kata Pendi Keling menjelaskan cara preman menghidupi diri, dikutip Kompas.

Pada nyatanya, prahara 1965 menandai penyalahgunaan kekuasaan dan kekuatan yang dilakukan oleh preman. Di Sumatera Utara, oknum preman dalam Pemuda Pancasila menjadi pelaku penjagalan kaum komunis. Mereka membersihkan orang-orang yang berafiliasi dengan PKI sampai ke akar-akarnya. “Semua sayap PKI menjadi target mereka: Pemuda Rakyat, Barisan Tani Indonesia (BTI), dan lembaga masyarakat Tionghoa (Baperki),” tulis Ryter.

Seiring waktu, di Medan makin banyak preman yang tergabung dalam perkumpulan berbasis organisasi kelompok pemuda. Aktivitasnya pun kian rapat dengan dunia kriminal. Pertarungan dan bentrokan antarorganisasi pemuda kerap kali terjadi. Mulai dari masalah sepele hingga rebutan lahan keamanan bisa memicu kerusuhan anarkis. Dari pertikaian antarpreman yang banyak terjadi, tak pelak, masyarakat sipillah yang paling dibuat resah.

Pada paruh kedua tahun 1980, premanisme menjadi satu dari 53 jenis kejahatan yang setiap 24 jam harus dilaporkan Polda Sumatera Utara ke Mabes Polri.

Sumber: 
Historia. 2016. Preman Medan dari Zaman ke Zaman. (Online), (Diakses, 13 Juli 2017).

Penulis: 
Martin Sitompul
Editor

Berangsurnya Gerakan Aceh Merdeka (GAM)

Sejarah Gerakan Aceh Merdeka (GAM)
(Bagian III/Habis)

Penandatanganan perjanjian perdamaian antara Republik Indonesia (RI) dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) atau saat ini dikenal sebagai Perjanjian MoU Helsinki pada 15 Agustus 2015, di Helsinki Finlandia.
Pada tanggal 22 Februari 1999 sejumlah menteri kembali mengunjungi Aceh untuk mempersiapkan program pembangunan Aceh, khususnya rehabilitasi untuk para korban DOM di Pidie, Aceh Utara, dan Aceh Timur. Diumumkan, pemerintah telah menganggarkan dana Rp 1,5 triliun untuk pembangunan Aceh. Pada tanggal 12 Maret 1999 Presiden Habibie mengeluarkan keputusan Presiden tentang Aceh, yang terdiri dari seumlah tokoh dan cendikiawan Aceh.

Dalam laporannya Tim Penasehat Presiden tentang Aceh merekomendasikan, antara lain, agar: 
  • Presiden berkunjung ke Aceh dan meminta maaf secara terbuka kepada masyarakat Acehterhadap segala kekeliruan di masa lalu;
  • Pemerintah memberikan amnesti umum dan rehabilitasi kepada orang-orang GAM yang menghentikan perlawanannya dan yang sedang ditahan dan/atau yang telah diputuskan hukumannya oleh pengadilan;
  • Pemerintah memberikan kompensasi dan bantuan khusus untuk pendidikan  bagi korban DOM dan keluarga dekatnya;
  • Pemerintah membuka kesempatan kepada keluarga orang-orang yang telah mendapatkan amnesti umum dan yang mau menjadi pegawai negeri;
  • Pemberlakuan Tiga Keistimewaan Aceh sesuai UU Nomor 24 Tahun 1956  Tentang Pembentukan Provinsi Daerah Keistimewaan Aceh dan UU Nomor 44 Tahun 1999 Penyelenggaraan Keistimewaan Propinsi Daerah Istimewa Aceh, segera diwujudkan;
  • Pembangunan ekonomi dan ekonomi kerakyatan segera digalakkan agar Aceh dapat mengejar ketertigalannya dari provinsi lain, dengan memanfaatkan perimbangan keuangan yang lebih besar  bagi Aceh, khususnya dari sumber daya alam gas, minyak bumi, serta hasil hutan dan lautan;
  • Pelabuhan bebas Sabang dihidupkan kembali, agar dapat menjadi salah satu pusat pertumbuhan ekonomi, baik bagi Aceh maupun Indonesia;
  • Pelabuhan bandara yang di Blang Bintang di perpanjang landasannya dan dilengkapi serta ditingkatkan statusnya menjadi pelabuhan udara pemberangkatan haji; dan
  • Dihidupkan kembali kereta api Aceh dan kualitas nya ditingkatkan sehingga minimal sama dengan kereta api di Jawa.
Pada tanggal 17 Maret Presiden Habibie mengeluarkan Keppres Nomor 14/G1999 tentang Pemberian Amnesti kepada 39 narapidana politik GAM. Lalu sesuai janjinya, presiden pun mengunjungi Aceh pada tanggal 26 Maret., bersama 15 Menteri Kabinet Reformasi Pembangunan. Kunjungan ini disambut unjuk rasa mahasiswa dan tututan referendum. Seolah hendak memperbarui komitmen pemerintah pusat:
  • Presiden menyatakan penyesalan dan permohonan maaf atas nama pemerintah dan ABRI kepada masyarakat Aceh dan para korban DOM;
  • Presiden juga memerintahkan aparat keamanan untuk tidak melakukan tindakan kekerasan dan pertumpahan darah lagi;
  • Memerintahkan pengusutan tuntas terhadap oknum ABRI, Pejabat, dan melakukan pelanggaran hukum dan pelanggaran HAM di Aceh dan membawanya ke meja pengadilan;
  • Presiden juga menjanikan “penyelesaian masalah Aceh dan adil, komprehensif dan berorientasi kedepan”.
Sedangkan mengenai referendum, presiden menyatakan itu bukanlah wewenangnya, tapi wewenang MPR. Karena itun presiden mengajak rakyat Aceh untuk menyukseskan Pemilu 1999, sehingga Aceh mempunyai wakil-wakilnya di MPR yang akan memperjuangkan tuntutan referendum. Tuntutan referendum itu disalurkan melalui wakil-wakil rakyat di DPRD kabupaten/kota, lalu dibulatkan oleh DPRD provinsi dan disampaikan kepada anggota-anggota DPR/MPR asal Aceh, memperjuangkan dalam Sidang Umum MPR 1999. 

Nyatanya, setelah janji presiden 26 Maret, tindak kekerasan oleh aparat keamanan di Aceh masih tetap terjadi. Menjelang pemilu 7 Juni 1999, intensitas kekerasan di Aceh meningkat, seperti pembakaran bus antara provinsi, pembakaran mobil kampanye, pembakaran sekolah, pembakaran kantor, dan kekerasan lainnya.Pimpinan GAM menolak tuduhan bahwa GAM berada dibalik aksi-aksi kekerasan itu.

Pada tanggal 3 uni 1999 Komnas HAM bertemu dengan Presiden Habibie dan menyampaikan usul agar segera dibentuknya “komisi independen” untuk menginvestigasi kasus-kasus pelanggaran HAM yang terjadi di Aceh sejak pemberlakuan DOM. Komnas HAM menilai pemerintah kurang cepat mengantisipasi kejadian-kejadian di Aceh, belum ada langkah-langkah preventif dan penanggulangan yang seharusnya sudah dilakukan. Karena itu Komnas HAM merekomendasikan agar pemerintah:
  • Segera memebentuk komisi independen yang sudah lama diusulkan Komnas HAM;
  • Segera mengadili siapapun yang terbukti melanggar HAM rakyat Aceh sejak berlakunya DOM;
  • Segera membentuk komisi kebenarandan Rekonsiliasi untuk Aceh;
  • Bertanggung jawab tentang masa depan anak-anak yatim piatu dan korban-korban lainnya yang diakaibatakan oleh tindakan kekerasan yang dilakukan oleh aparat;
  • Segera menciptakan kondisi nyang kondusif dan rasa aman bagi bagi seluruh masyarakat Aceh agar yang mengungsi dapat segera kembali ke rumahnya tanpa ada paksaan;
  • Harus memberikan bantuan makanan dan obat-obatan kepada pengungsi;
  • Segera menarik unsur TNI yang ada di PPRM dan mengedepankan Kepolisisan RI;
  • Membuka dialog dengan GAM dalam rangka menghentikan gangguan keamanan, sebagaimana pernah dilakukan dalam kasus DI/TII Dawud Beureueh; dan
  • Bila pemerintah tidak segera menindaklanjuti rekomendasi Komnas HAM ini, maka Komnas HAM mengammbil lngkah-langkah yang konkret yang dapat diterima oleh mayoritas masyarakat Aceh demi masa depannya sendiri dan demi menegakkan keadilan dan hukum serta penghormatan terhadap HAM.
Penyelesaian konflik Aceh oleh pemerintah RI pada masa Orde Baru cenderung menggunakan cara militer saja tanpa disertai diplomasi. Memasuki era Reformasi, kedua pendekatan itu sama-sama digunakan, meski masih menekankan pada cara-cara pertama. Pada masa Presiden B.J.Habibie, pemerintah tetap mengedepankan pendekatan keamanan dengan menggunakan militer dan polisi dalam menjaga keamanan di Aceh. Kemungkinan besar karena meski secara formal Habibie ditunjuk sebagai presiden baru, namun ia tidak memiliki kontrol penuh atas polisi dan militer, yang kala itu secara personal berada di tangan Jenderal Wiranto. Kondisi Timor Timur pasca referendum juga meningkatkan gejolak di Aceh, yang menuntut referendum pula sekaligus menciptakan sikap militer yang semakin keras karena tidak mau “kecolongan” lagi.

Angin segar baru berhembus pada awal 2000, ketika Presiden Abdurahman Wahid mencoba melakukan pendekatan baru, yang disebut dengan pendekatan ekonomi dan politik, dan mencoba membuka dialog damai dengan GAM. Pada 12 Mei 2000, kedua pihak yang bertikai melalui mediasi Henry Dunant Centre (HDC) menandatangani “Jeda Kemanusiaan” (Joint Understanding on Humanitarian Pause for Aceh) yang berlaku 2 Juni 2000-15 Januari 2001. Sayangnya, kekerasan masih terjadi di lapangan. Jeda tersebut digantikan melalui Kesepakatan Dialog Jalan Damai pada Maret 2001, namun juga tidak menghasilkan kemajuan yang berarti. Akibatnya pada 11 April 2001, Presiden mengumumkan Instruksi Presiden No.4/2001 tentang Langkah Menyeluruh untuk Penyelesaian Masalah Aceh, yang tidak mencakup deklarasi keadaan darurat di Aceh.Tapi instruksi tersebut tetap saja membuka jalan bagi peningkatan operasi militer. Impeachment terhadap Gus Dur sebenarnya juga dipengaruhi ketidakmesraan hubungan Gus Dur dengan militer.

Pada Juli 2001, Presiden Megawati Soekarnoputri yang menggantikan Gus Dur, berlaku Kesepakatan Penghentian Kekerasan (Cessation on Hostilities Agreement, CoHA) yang ditandatangani di Jenewa pada 9 Desember 2002. Lagi-lagi jalan buntu menghadang kedua belah pihak. Keluarlah Keputusan Presiden No.18/2003 yang diumumkan pada 19 Mei 2003 untuk menerapkan status darurat militer di Aceh. Sebuah harga yang harus dibayar Megawati atas kemesraannya dengan militer pasca jatuhnya Gus Dur. Akibatnya bisa ditebak, sejarah berulang, kekerasan demi kekerasan terus berlangsung di Aceh.

Susilo Bambang Yudhoyono (Menkopolsoskam) dan Jusuf Kalla (Menko Kesra) pada Kabinet Gotong Royong Megawati, tampak keduanya memilih cara non-militer untuk menyelesaikan persoalan. Terlebih inisiatif, Jusuf Kalla dengan cara bekerja di balik layar (second track diplomacy) agar dapat masuk ke pusat pimpinan GAM, dalam rangka melakukan komunikasi politik di satu sisi dan sekaligus membangun kepercayaan. Peran yang menentukan ini dijalankan oleh orang-orang kepercayaan Jusuf Kalla, terutama Farid Husein yang mampu membangun trust building dengan keseluruhan lini GAM sampai ke pucuk pimpinannya. Duet SBY-JK yang memenangi pemilu 2004, menyebabkan second track diplomasi yang telah dijalani bisa dilanjutkan pada masa pemerintahan mereka.

Musibah yang mendatangkan berkah akhirnya terjadi, tsunami 26 Desember 2004 telah turut mengambil peran untuk mendamaikan para pihak yang bertikai. Musibah tersebut menuntut pemerintah dan GAM untuk lebih memikirkan solusi damai dalam menyelesaikan pemberontakan bersenjata di Aceh. Antara Januari hingga Juli 2005, pemerintahan SBY-JK melakukan lima kali “pertemuan informal” dengan GAM di Helsinki. Pertemuan informal itu difasilitasi oleh Crisis Management Initiative (CMI) yang diketuai oleh mantan Presiden Finlandia Martti Ahtisaari.

Pertemuan yang tentunya disertai dengan tarik ulur kepentingan tanpa pertumpahan darah tentunya, akhirnya menghasilkan Nota Kesepahaman antara Pemerintah RI dan GAM yang ditandatangani 15 Agustus 2005, yang dikenal dengan MoU Helsinki. Sebuah kompromi politik untuk menyelesaikan masalah separatisme yang telah terjadi begitu lama, sehingga tidak menghasilkan formula win-win solution namun lebih ke lose-lose solution. Di satu sisi GAM kalah selangkah karena mengubah tuntutannya dari self-determination menjadi self-government, dan menerima konstitusi RI. Di sisi lain, Pemerintah RI juga kalah selangkah karena tidak berhasil membubarkan GAM, dan hanya membubarkan Tentara Negara Aceh (TNA—yang sekarang berubah menjadi Komite Peralihan Aceh, KPA). Namun dengan munculnya formula kompromi di mana demokrasi lokal menjadi instrumen bagi kedua belah pihak, cara inilah yang dapat menyelamatkan nyawa ribuan orang di Aceh yang senantiasa terhimpit oleh kekerasan demi kekerasan yang terjadi akibat konflik.

Dalam MoU Helsinki disebutkan bahwa Aceh akan melaksanakan kewenangan dalam semua sektor publik, yang akan diselenggarakan bersamaan dengan administrasi sipil dan peradilan, kecuali dalam bidang hubungan luar negeri, pertahanan luar, keamanan nasional, hal ikhwal moneter dan fiskal, kekuaaan kehakiman dan kebebasan beragama, dimana kebijakan tersebut merupakan kewenangan Pemerintah RI sesuai dengan konstitusi. Disepakati pula untuk membentuk partai-partai lokal yang berbasis di Aceh.


Penulis: 
Ajelita Winda Kesuma, M Yusrizal. dan Elshafira Putri (Tugas Makalah Sejarah Aceh Kontemporer Kelompok 2).

Editor:
Back To Top